Nilai saldo akhir persediaan disajikan di dalam Neraca. Jika perusahaan menggunakan sistim perpetual, dalam kondisi darurat nilai saldo akhir persediaan bisa diketahui kapan saja, tanpa penghitungan fisik (stock opname). Apalagi kalau pakai software accounting, malah nilai saldo langsung nongol di Neraca.
Sayangnya, masih banyak perusahaan—khususnya kecil dan menengah—yang menggunakan sistim periodik, sehingga tanpa melakukan penghitungan fisik melalui proses “stock opname” atau “stock take,” mustahil nilai saldo akhir persediaan bisa diketahui. Jika anda bekerja di perusahaan seperti ini, lalu tiba-tiba boss datang dan mengatakan, “Saya perlu Laporan Keuanganminggu depan,”sementara stock opname biasanya dilakukan di akhir tahun, apa yang akan anda lakukan?
Bingung kan?
Jangan. Apalagi sampai panik, jangan. Orang accounting itu cerdas-cerdas, saya yakin anda juga. Kalaupun masih ada yang suka bingungan atau panikan, itu karena kurang berpengalaman saja. Lagipula, melalui tulisan sederhana ini saya akan bagi tipsnya. Gampang koq.
Caranya?
Jika punya kartu stock, ini akan menjadi “melaikat penyelamat” anda; disana tercantum saldo akhir masing-masing item barang persediaan. Jikapun tak ada saldonya, minimal pasti ada catatan “barang masuk” dan “barang keluar,” tinggal dikurangkan saja. Minta orang gudang kumpulkan semua kartu stock dan input saldonya di Excel Sheet.
Lesson to learn (khususnya untuk perusahaan yang masih menggunakan sistim persediaan periodik):
- Kartu stock harus ada (tidak boleh tidak). Jika sekarang anda bekerja di perusahaan seperti ini dan belum punya kartu stock, besok minta dibelikan kartu stock di toko stationary terdekat.
- Keakuratan saldo kartu stock harus rutin diuji. Bandingkan antara angka tertera di kartu dan kenyataan fisik barang. Cukup dilakukan secara acak (random). Daripada twitteran habis makan siang misalnya, mungkin anda bisa singgah ke gudang barang 15 menit—uji satu atau dua item barang persediaan. Jika ternyata tak akurat, berarti anda perlu mengalokasikan waktu khusus untuk uji lanjutan pada item-item lainnya.
- Mintalah orang gudang untuk rutin mengirimkan daftar saldo persediaan per item, minimal seminggu sekali (setiap hari Jumat misalnya).
Jadi, untuk perusahaan yang menerapkan sistim persediaan periodic kartu stock adalah harapan sat-satunya jika saldo akhir dibutuhkan sewaktu-waktu.
Lalu, bagaimana jika tidak ada kartu stock? Atau kasus gudang terbakar dan kartu stock ikut hangus bersama beberapa barang persediaan?
Jangan panik. Anda bisa menghitung nilai saldo akhir persediaan—tanpa kartu stock tanpa melakukan stock opname (stock take)—dengan menggunakan PERKIRAAN (estimasi).
Caranya?
Estimasi dengan menggunakan metode “Laba Kotor” (Gross Profit Method). Seperti telah diketahui, formula Harga Pokok Penjualan (HPP) adalah:
HPP = Saldo Awal Persediaan + Pembelian – Saldo Akhir Persediaan
Untuk menghitung Saldo Akhir Persediaan, rumusnya tinggal dibalik, jadinya:
Saldo Akhir Persediaan = Saldo Awal Persediaan + Pembelian – HPP
Masalahnya: HPP tidak bisa diketahui.
Solusi: Buat Estimasi nilai HPP
Caranya? Perhatikan format Laporan Laba Rugi. Biasanya terlihat seperti di bawah ini:
Penjualan Bersih = xxxx
Harga Pokok Penjualan = (xxx)
Laba Kotor = xx
Harga Pokok Penjualan = (xxx)
Laba Kotor = xx
Sehingga jika dijadikan formula, jadinya:
Laba Kotor = Penjualan Bersih – Harga Pokok Penjualan
Untuk mencari HPP formulanya tinggal dibalik, jadinya:
Harga Pokok Penjualan = Penjualan Bersih – Laba Kotor
Nah, “Laba Kotor” inilah yang diestimasi dengan menggunakan tarif tertentu. Itu sebabnya metode ini disebut dengan “Metode Laba Kotor” alias “Gross Profit Method.”
Perlu diingat, hasil perhitungan ini tidak dijamin akurat 100%. Sebab Harga Pokok Penjualan dihitung dengan menggunakan estimasi, yakni tarif laba kotor yang belum tentu sama dengan kenyataannya.
Dengan demikian berarti anda bisa memperkirakan (mengestimasi) nilai saldo akhir persediaan sepanjang punya data:
- Penjualan Bersih
- Tarif Laba Kotor
- Saldo Awal Persediaan; dan
- Pembelian (penambahan) persediaan
Untuk lebih jelasnya, kita coba satu contoh kasus.
Contoh Kasus:
Rini adalah Chief Accountant PT. JAK yang masih menggunakan sistim periodik untuk persediaannya. Stock opname persediaan PT JAK dilakukan secara terjadwal yakni tanggal 31 Desember setiap setahun. Untuk mengajukan kredit ke bank, boss nya Rini mendadak minta Laporan Keuangan sampai dengan 31 Agustus. Adapun data yang tersedia, yaitu:
Saldo Awal Persediaan = Rp 50,000,000
Pembelian Persediaan (1 Jan s/d 31 Agustus = Rp 70,0000
Penjualan Bersih (1 Jan s/d 31 Agustus = Rp 200,000,000
Pertanyaan: Berapa Saldo Akhir Persediaan saat ini?
Solusi:
Karena tidak ada kartu stock, Rini terpaksa hanya mengira-ngira nilai saldo akhir persediaannya. Supaya bisa menggunakan metode “Laba Kotor” (Gross Profit), disamping data di atas Rini masih perlu mengetahui tarif estimasi Laba Kotor PT. JAK terlebih dahulu.
Menurut informasi bossnya, PT. JAK selama ini selalu mematok Laba Kotor sekitar 50% untuk setiap produk yang dijual. Dengan informasi ini sekarang Rini bisa menghitung estimasi saldo akhir persediaan, dengan menggunakan 2 langkah berikut:
Langkah-1 (Menghitung Estimasi Harga Pokok Penjualan):
Penjualan Bersih – Estimasi Tarif Laba Kotor = Estimasi Harga Pokok Penjualan
Rp 200,000,000 – Rp (50% x Rp 200,000,000) = Estimasi Harga Pokok Penjualan
Rp 200,000,000 – Rp 100,000,000 = Estimasi Harga Pokok Penjualan
Estimasi Harga Pokok Penjualan = Rp 100,000,000
Langkah-2 (Menghitung Estimasi Saldo Akhir Persediaan):
Estimasi Saldo Akhir Persediaan = Saldo Awal Persediaan + Pembelian Persediaan – Estimasi Harga Pokok Penjualan
Estimasi Saldo Akhir Persediaan = Rp 50,000,000 + Rp 70,000,000 – Rp 100,000,000
Estimasi Saldo Akhir Persediaan = Rp 20,000,000
Angka estimasi Rp 20,000,000 inilah yang kemudian disajikan oleh Rini dalam Laporan Laga Rugi dan Neraca yang diserahkan kepada bossnya.
Metode Laba Kotor ini cukup mudah dan efektif. Lumayan sering saya gunakan untuk menguji isi Laporan Rugi dan Saldo Akhir Persediaan di Neraca, dengan cepat. Tentu tidak bisa menangkap kesalahan (kejanggalan) kecil. Namun kesalahan dalam angka besar bisa langsung terlihat.
CATATAN PENTING: cara seperti ini samasekali TIDAK BOLEH DIGUNAKAN untuk penyusun Laporan Keuangan di akhir periode buku (akhir tahun). Sebab bagaimanapun juga, dalam kondisi normal, saldo akhir persediaan hanya bisa diketahui secara persis dengan menggunakan penghitungan fisik (stock take). Sementara hasil perhitungan dari cara ini masih berupa estimasi. Kecuali dalam kondisi darurat, misalnya: gudang terbakar atau kena bencana alam (force majeure) seperti gempa bumi atau banjir bandang.
0 komentar:
Posting Komentar