Menentukan Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) adalah salah satu wilayah pekerjaan yang sering membingungkan bagi pegawai accounting—terutama pemula atau pegawai pindahan yang baru masuk ke dalam perusahaan tertentu.
Kesulitan itu bahkan sudah terjadi sejak menentukan pengeluaran apa saja yang tergolong Harga Pokok Penjualan. Ada semacam keraguan. Keragu-raguan itu menjadi berbahaya jika mengakibatkan perlakuan cost yang tidak konsisten dari satu periode-ke-periode yang lainnya.
Konsepnya sederhana: Harga Pokok Penjualan adalah pengeluaran-pengeluaran yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh nilai jasa/barang yang dihasilkan (lalu dijual).
Sejauh yang saya lihat selama ini, konsep sederhana tersebut menjadi sulit bagi sebagian orang karena kurangnya pemahaman terhadap jenis-jenis perusahaan dan aktivitasnya—aktivitas mana yang berhubungan langsung dengan proses pembuatan barang/jasa dan aktivitas mana yang tidak.
Mengidentifikasi Harga Pokok Penjualan
Konkretnya, untuk mengetahui apakah suatu pengeluaran masuk kelompok Harga Pokok Penjualan atau bukan, pertama harus tahu terlebih dahulu: apakah besar-kecilnya pengeluaran tersebut dipengaruhi oleh nilai jasa/barang yang dijual atau tidak.
Misalnya:
- Perusahaan A, menggunakan 100 meter kain dengan nilai Rp 10,000,000 untuk membuat 100 potong pakaian jadi.
- Perusahaan B, menggunakan 100 meter kain dengan nilai Rp 10,000,000 untuk membuat 150 potong pakaian jadi.
Pertanyaannya: apakah penggunaan kain Rp 10,000,000 masuk Harga Pokok Penjualan?
Untuk tahu apakah masuk ke harga pokok penjualan atau tidak, harus tahu terlebuh dahulu, apa jenis perusahaan A dan B. Misalnya, diketahui:
- Perusahaan A adalah pabrik pakian, dan 100 potong pakian jadi tersebut untuk di jual.
- Perusahaan B adalah hotel, dan 100 potong pakaian jadi yang dibuat adalah untuk seragam pegawai—bukan untuk dijual.
Dari informasi tersebut bisa ditentukan bahwa: Bagi perusahaan A, kain yang dipergunakan adalah Harga Pokok Penjualan—karena besar kecilnya tergantung dari jumlah barang yang akan dijual. Sedangkan bagi perusahaan B kain yang digunakan adalah Asset—karena barang yang dihasilkan tidak untuk dijual.
Ya. Aktivitas perusahaan tentu bukan hanya penggunaan kain. Sehingga jenis pengeluaran yang masuk ke harga pokok penjualan juga berbeda-beda, sesuai dengan jenis usaha dan karakteristik opersionalnya masing-masing.
Sebagai contoh tambahan, katakanlah di perusahaan A tadi ada pengeluaran untuk membayar pegawai (gaji/upah). Untuk bulan September, total pengeluaran gaji dan upahnya adalah Rp 250,000,000. Pertanyaannya: apakah pengeluaran tersebut tergolong harga pokok penjualan atau bukan?
Untuk menentukan itu, perlu dicari tahu terlebih dahulu bagaimana struktur gaji di perusahaan A. Umumnya, pegawai perusahaan manufaktur terdiri dari (1) pegawai yang bekerja di kantor (office dan admin); dan (2) pegawai yang bekerja di bagian produksi.
- Gaji untuk pegawai office atau admin sudah pasti gajinya tidak masuk ke harga pokok penjualan, karena tidak mempengaruhi hasil produksi.
- Gaji untuk pegawai di bagian produksi perlu dipilah-pilah lagi: (a) gaji untuk pegawai tetap, meskipun di bagian produksi tidak masuk ke harga pokok penjualan—karena berapapun nilai barang yang dihasilkan tidak mempengaruhi besarnya pengeluaran; dan (b) upah untuk pegawai borongan atau harian masuk ke harga pokok penjualan—karena besar kecilnya upah yang dibayarkan tergantung dari jumlah barang yang dihasilkan. Itu pengeluaran untuk gaji.
Bagaimana dengan listrik dan pengeluaran-pengeluaran lain? Intinya identifikasi terlebih dahulu apakah besar-kecilnya pengeluaran dipengaruhi oleh nilai barang/jasa yang dihasilkan atau tidak.
Jenis Pengeluaran Masuk Harga Pokok Penjualan Secara Umum
Secara umum, yang masuk harga pokok penjualan untuk masing-masing jenis usaha adalah sebagai berikut:
Perusahaan Jasa:
(1) Pengeluaran untuk pemeliharaan peralatan kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan jasa
(2) Pengeluaran yang berpengaruh langsung terhadap jasa yang dihasilkan
(3) Gaji pegawai tak tetap yang terlibat langsung dalam proses menghasilkan jasa, termasuk upah lemburnya jika ada
Perusahaan dagang:
(1) Pembelian barang dagangan
(2) Pengeluaran untuk aktivitas pengemasan barang
(3) Pengeluaran untuk perawatan alat yang dipergunakan untuk aktivitas pengemasan barang
(4) Pengeluaran untuk aktivitas pengiriman barang
(5) Pengeluaran untuk perawatan kendaraan yang dipakai mengirim barang (termasuk bahan bakarnya)
(6) Gaji pegawai tak tetap yang terlibat langsung dalam proses pengemasan dan pengiriman barang, termasuk upah lemburnya jika ada
(7) Penyusutan bangunan gudang penyimpanan dan proses pengemasan barang
Perusahaan manufaktur (Pabrik):
(1) Penggunaan bahan baku
(2) Penggunaan bahan penolong dan pembantu
(3) Gaji pegawai tak tetap yang terlibat dalam proses produksi, pengemasan hingga pengiriman barang.
(4) Pengeluaran yang terkait dengan mesin, peralatan produksi, angkutan produksi, peralatan pengemas dan pengiriman barang.
(5) Listrik, bahan bakar, dan air yang dipergunakan di produksi hingga pengemasan barang.
(6) Penyusutan bangunan pabrik, pengemasan barang, dan gudang penyimpanan barang jadi.
(7) Penyusutan mesin dan peralatan mulai dari produksi hingga pengiriman barang
(8) penyusutan kendaraan yang dipergunakan untuk aktivitas produksi dan pengiriman barang.
Mental Dasar Untuk Memahami Harga Pokok Penjualan
Sekalilagi, sumber kesulitan dalam menentukan harga pokok penjualan berawal dari lemahnya pemahaman terhadap konsep, kemudian kurangnya pemahaman terhadap aktivitas perusahaan.
Oleh sebab itu, hari-hari pertama masuk ke dalam suatu perusahaan—entah karena baru bekerja untuk pertamakalinya atau baru masuk ke perusahaan baru, disamping orientasi lingkungan (kenalan dengan atasan, rekan kerja, letak WC, dapur, kantin, dan lain sebagainya), jangan lupa sempatkan juga untuk jalan-jalan melihat proses operasional perusahaan—mulai dari gudang, produksi, pengemasan hingga ke pengiriman barang.
Bawa memo pad, tanya-tanya dan catat: bagaimana alur aktivitas perusahaan berjalan—mulai dari pembelian bahan baku, pengeluaran bahan baku dari gudang ke produksi, pembuatan barang, pengemasan barang, hingga proses pengiriman.
Bisa jadi semua pegawai di sana sibuk, sehingga tidak sempat melayani pertanyaan-pertanyaan anda. Bila demikian adanya, mungkin bagian HRD punya semacam buku manual alur proses opersional perusahaan. Jika ada, minta buku SOP untuk semua aktivitas perusahaan. Semua itu bisa anda pelajari.
Disamping untuk mempermudah pengklasifikasian biaya/pengeluaran, pemahaman alur proses aktivitas perusahaan juga mempermudah anda memahami alur barang dan alur dokumen transaksi. Tentu ada aktivitas-aktivitas yang tidak harus anda pelajari—sesuai dengan jabatan/level. Semakin tinggi jabatan semakin dalam dan semakin luas skup aktivitas perusahaan yang perlu dipahami.
0 komentar:
Posting Komentar